Kilatpublik.com | Tulungagung – Temukan tujuh kasus leptospirosis Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung melakukan penyelidikan epidemiologi dengan melakukan pembedahan beberapa sampel tikus untuk diambil ginjal tikus di halaman laboratorium Dinkes Tulungagung, pada selasa (07/02/2023).
Pengambilan ginjal dari hewan tikus yang ditangkap di sekitar rumah pasien yang terjangkit leptospirosis, dan dilakukan uji laboratorium terhadap ginjal tersebut, guna memastikan apakah tikus tersebut telah terinfeksi bakteri leptospira.
Kepala Bidang P2P (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) Dinkes Tulungagung, Didik Eka, pengambilan sampel ginjal tikus tersebut sebagai penyelidikan epidemiologi lanjutan, dari meningkatnya temuan kasus Leptospirosis di Tulungagung.
“Ginjal tikus-tikus itu nanti kita kirim ke laboratorium BBTKLPP (Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit) Surabaya di Nongkojajar (Pasuruan), nanti dari sana akan diketahui apakah ginjal-ginjal dari tikus ini mengandung bakteri Leptospira atau tidak,” ucapnya.
Untuk harini pihaknya perluas penyelidikan epidemiologi dengan mengambil sample dengan radius lebih dari 100 meter dari rumah pasien yaitu melalui tikus.
“Sebelumnya kita sudah melakukan pemeriksaan terhadap tanah disekitar juga hasilnya positif leptospira. Dan pada tikus juga positif leptospira. Itu sample kita ambil dengan radius 100 meter dari rumah pasien,” katanya.
Pengambilan sample ini juga dilakukan dimasing – masing lokasi ditemukannya tujuh kasus leptospirosis.
“Harini kita bedah dengan teknik khusus untuk pengambilan ginjal tikus, untuk dikirim ke laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Kemenkes di Surabaya,” jelasnya.
Lebih lanjut Didik mengatakan dari hasil itu nantinya akan diketahui apakah ginjal dari tikus yang dibedah tersebut mengandung bakteri leptospira atau tidak. Jika hasilnya positif leptospira, artinya masyarakat harus lebih waspada personal hygiene. Dan jika memungkinkan melakukan pembasmian tikus yang bekerjasama dengan pemerintah desa.
“Untuk harini kita ambil sample dari Desa Dono, Kecamatan Sendang. Kemudian nanti di beberapa kecamatan yang ditemukan kasus tersebut,” katanya.
Didik menyatakan pihaknya akan melaporkan kepada pemerintah daerah terkait hasil dari pemeriksaan jika diketahui positif leptospira. Hal itu guna diambil kebijakan kedepannya dalam mengatasi kasus ini.
“Karena untuk tugas pokok pengendalian tikus ini bukan pada Dinkes. Nanti kita laporkan terkait hasilnya jika positif, agar pemerintah daerah dapat mengambil kebijakan,” katanya.
Didik menambahkan dalam kurun waktu akhir 2022 hingga akhir Januari 2023 telah ditemukan sebanyak 7 kasus penyakit Leptospirosis. Dari jumlah itu, tiga orang meninggal dunia.
“Tujuh kasus ini kami temukan di Kecamatan Ngunut satu kasus, Karangrejo satu kasus, Sendang ada tiga kasus, Bandung satu kasus dan Rejotangan satu kasus. Dari jumlah itu tiga orang dilaporkan meninggal dunia, dan empat orang dinyatakan sembuh,” tuturnya.
Didik menjelaskan leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira. Bakteri ini dapat menyebar melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi.
“Beberapa hewan yang bisa menjadi perantara penyebaran leptospirosis adalah tikus, domba, kambing, sapi, anjing dan babi,” ungkapnya.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat yang mengalami gejala mirip leptospirosis untuk segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit, agar mendapatkan penanganan medis.
“Biasanya itu demam, kemudian badan kekuningan, kemudian yang khas adalah nyeri pada betis, bahkan kalau disentuh saja sakit. Segera bawa ke puskemas. Dengan penanganan yang cepat dan tepat bisa disembuhkan,” pungkasnya.(red)